Pelajaran dari Kisah Nabi Dawud
Pelajaran dari Kisah Nabi Dawud adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 11 Muharram 1447 H / 7 Juli 2025 M.
Kajian Tentang Pelajaran dari Kisah Nabi Dawud
Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Nabi Dawud ‘Alaihis Salam:
Pertama, Kerajaan, hukum, dan kekhilafahan semua perkara ini berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala . Allah memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Shad ayat ke-26:
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ…
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan engkau khalifah di atas muka bumi.” (QS. Shad [38]: 26)
Allah berfirman kepada Nabi Dawud bahwa Dialah yang menjadikan Nabi Dawud sebagai khalifah di muka bumi. Maka yang dapat mengangkat seseorang menjadi raja atau pemimpin adalah Allah. Semua kembali kepada-Nya. Allah juga berfirman dalam Surah Shad:
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
“Dan Kami kuatkan kerajaannya. Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perkara.” (QS. Shad [38]: 20)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ
“Dawud membunuh Jalut. Lalu Allah memberinya kerajaan (kekuasaan) dan menganugerahkan hikmah, serta mengajarkannya apa yang Allah kehendaki.” (QS. Al-Baqarah [2]: 251)
Kemudian, jika kita perhatikan Surah Ali ‘Imran ayat ke-26, sangat jelas bahwa Allah memberikan kerajaan kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah: “Wahai Allah, raja dari segala kerajaan. Engkau menganugerahkan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan mencabut kerajaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau menghinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 26)
Dari sini kita mengetahui bahwa kerajaan, hukum, kekuasaan, dan kekhilafahan adalah perkara-perkara yang kembali kepada kehendak Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan tidak memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki pula. Kerajaan, kekuasaan, hukum, dan kekhilafahan adalah nikmat dari Allah. Allah memberikannya kepada hamba-Nya. Nikmat itu akan tetap kekal, bahkan dapat bertambah dengan kesyukuran, dengan bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, nikmat itu akan hilang dan lenyap apabila dikufuri.
Bentuk syukur seorang pemimpin ketika diangkat, dan Allah menghendakinya menjadi pemimpin, adalah dengan menunaikan hak-hak rakyat. Serta memahami hak rakyat atas pemimpin. Ada empat hak rakyat yang harus diketahui dan ditunaikan oleh seorang pemimpin. Di antarannya adalah:
Pertama, menghukumi dengan hak, yaitu menetapkan hukum dengan adil, tidak zalim, dan tidak pilih kasih.
Kedua, menasihati rakyat dengan tulus. Pemimpin wajib senantiasa mengarahkan mereka kepada kebaikan dan bersikap ikhlas untuk rakyat.
Ketiga, hak rakyat yang wajib ditunaikan oleh pemimpin adalah tidak menipu dan tidak membohongi mereka.
Keempat, Di antara hak rakyat yang wajib ditunaikan oleh pemimpin adalah berkasih sayang kepada rakyat.
Jadi Semua akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.Subhanahu wa Ta’ala Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa seorang pemimpin akan kembali kepada Allah. Ia akan berdiri di hadapan-Nya, dan Allah akan menanyainya, meminta pertanggungjawaban atas urusan rakyat yang telah Dia amanahkan kepadanya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin atas harta majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Muslim)
Rakyat pun harus mengetahui kewajiban mereka terhadap pemimpin. Ada ilmu tentang kepemimpinan, dan ada pula ilmu tentang kerakyatan. Sebagai rakyat, kita harus mengetahui bagaimana sikap yang baik terhadap pemimpin. Semua ini diajarkan oleh Islam. Rakyat yang baik itu bagaimana sifatnya? Yaitu yang mengetahui hak pemimpin. Sebagai rakyat, kita memiliki kewajiban yang harus kita tunaikan terhadap pemimpin. Di antara hak yang harus ditunaikan oleh rakyat kepada pemimpin adalah:
Pertama, mendengaer dan taat kepada pemimpin, selama tidak memerintahkan kepada maksiat. Dalilnya terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Dalam Surah An-Nisa’ ayat ke-59, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), serta ulil amri (pemimpin) di antara kalian.” (QS. An-Nisā’ [4]: 59)
Ketaatan kita kepada pemimpin, selama tidak memerintahkan kepada kemaksiatan, merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul-Nya. Ini adalah salah satu bentuk qurbah, pendekatan diri kita kepada Allah. Jadi, ketika kita taat kepada ulil amri, hal itu merupakan bagian dari ibadah taqarrub kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ يُطِعِ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي
“Barang siapa yang mentaatiku, maka sungguh ia telah taat kepada Allah. Dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Barang siapa yang taat kepada pemimpin, maka sungguh ia telah taat kepadaku. Dan barang siapa yang bermaksiat kepada pemimpin, maka sungguh ia telah bermaksiat kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Amir yang dimaksud di dalam hadits ini adalah pemimpin bukan amir dari sebuah kelompok tertentu.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat kepada pemimpinnya, dalam perkara yang ia sukai maupun ia benci, kecuali jika diperintah untuk melakukan maksiat. Maka apabila ia diperintah melakukan maksiat, tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Mari turut membagikan link download kajian “Pelajaran dari Kisah Nabi Dawud” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.
Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55297-pelajaran-dari-kisah-nabi-dawud/